Santri Ngaji Fiqh Sosial
Hari ini, rabu (8 agustus 2017) Pusat Studi Fiqh Sosial Menggandeng DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa) Institut Pesantren Mathali'ul Falah menyelenggarakan bedah buku "Santri Ngaji Fiqh Sosial" karya 11 mahasiswa forum kamisan. Forum ini rutin diselenggarakan untuk membedah lebih dalam pemikiran kiai Sahal Mahfudz mengenai Fiqh Sosial.
Acara diawali dengan sambutan oleh presiden DEMA Ipmafa, Ahmad asrori. Ia berharap, semoga dengan adanya mahasiswa yang telah mempunyai karya baru akan memberikan semangat menulis untuk teman-teman lainnya.
Selanjutnya, bapak Jamal Ma'mur Asmani dalam sambutannya menyampaikan bahwa tanpa menulis pemikiran anda tidak akan pernah dikenal. Karena sebaik apapun pemikiran jika belum diterbitkan, hanya akan menjadi sesuatu yang belum bisa untuk dipertanggungjawabkan. Beliau juga menambahi, pusat studi Fiqh Sosial memang sudah seharusnya dilahirkan untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi pemikiran kiai Sahal Mahfudz. Karena jika tidak kita yang mengembangkan, siapa lagi? Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi?
Dalam sesi inti, Farikhatun Ni'mah selaku penulis menjelaskan mengenai perjalanan bagaimana awal terjadinya forum kamisan hingga melahirkan sebuah buku ilmiah ini. Dan ternyata hal ini dilatar belakangi oleh kurangnya minat mahasiswa terhadap bacaan. Padahal sebagai santri kiyai Sahal, kita harus meneladani minat baca beliau.
Meskipun demikian, perintah membaca bukan berarti anda tidak bisa mencipta suatu karya. Sebab 2 hal tersebut saling berkaitan, karena untuk menyimpulkan dan membuat sebuah karya tanpa membaca itu nonsense.
Dilanjutkan dengan penjelasan Muhammad Labib, ia mengatakan bahwa buku itu merupakan wujud pengembangan dari 2 buku sebelumnya dan tentu tanpa melupakan kitab kuning. Kenapa demikian? Hal ini dikarenakan pemikiran itu bersifat historis, yakni selalu bersinggungan dengan pemikiran sebelumnya.
Nah, disini bapak Sahal Mahfudz mengutarakan pendapat mengenai buku ini dengan sudut pandang yang berbeda. Beliau memiliki pandangan bahwa fiqh sosial menjembatani kesenjangan antara Fiqh dan Sosial yang menganggap bahwa Fiqh hanya sebuah hukum positif. Maka dari itu, fiqh harus membumi.
Buku "Santri Ngaji Fiqh Sosial" ini, memiliki kelebihan mampu menterjemahkan maksud-maksud kiai sahal dan maqasid syari'ah. Tentu hal ini sejalan dengan Ipmafa yang memiliki semboyan "kampus riset berbasis nilai-nilai pesantren". Maksudnya agar mahasiswa tidak melihat peristiwa hanya sepotong-potong, melainkan melalui riset dahulu.
Beliau berharap, agar program KKN yang menjadi agenda mahasiswa semester akhir mampu disinergikan dengan Fiqh Sosial. Jika berjalan dengan baik, hal ini tentu akan luar biasa. "Fiqh Sosial kan solusi umat, kenapa tidak dipakai untuk mengatasi masalah?" jelasnya.
0
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Health
both, mystorymag
Tidak ada komentar
Posting Komentar