Slider

Wakil Rektor I: Kalau Skripsi Sekedar untuk Lulus itu Gampang, tapi...



Berita Ipmafa – Kalau skripsi sekedar untuk lulus, gampang. Ada masalah dirumuskan, teori jelas, selesai. Tapi eman-eman (sangat disayangkan) delapan semester, bahkan lebih menghabiskan waktu di kampus, namun karya tulisnya hanya ditumpuk di gudang saja, tidak dimanfaatkan orang banyak.

Demikian sambutan Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) Dr. Ahmad Dimyati, MA dalam Academic Skill Writing bertajuk Meningkatkan Skill Mahasiswa dalam Penulisan Karya Ilmiah yang Berkualitas di Ruang Auditorium 2 (12/10/19).

Dalam kegiatan yang diikuti sekitar 250 mahasiswa tersebut, sebagaimana dilansir ipmafa.ac.id (12/10/19) Dimyati menegaskan pentingnya skripsi sebagai tolok ukur untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam melakukan penelitian ilmiah.

“Karya tulis ilmiah yang baik adalah yang kontribusinya bisa dipertanggungjawabkan dan dapat dirasakan oleh masyarakat. Makanya sering kita sampaikan kepada mahasiswa semester atas kalau menulis skripsi jangan asal tulis. Tapi pertimbangkan, skripsi saya nanti akan berguna untuk apa? Kalau sekedar untuk lulus, gampang,” tutur Dimyati dengan sangat tegas.


Pada kesempatan berbeda, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Ipmafa, M. Sofyan Alnashr, M.Pd.I menyampaikan adat atau kebiasaan, bahkan motivasi mahasiswa menulis adalah keterpaksaan, karena tuntutan akademik.

Oleh karenanya Sofyan kemudian mengajak mahasiswa untuk merenungkan pesan-pesan dari para ulama atau penulis yang semangatnya tak pernah padam meski ajal telah menjemput dan karya-karyanya sangat kontributif hingga saat ini.

Diantara pesan-pesan para ulama dan penulis yang dikutip Sofyan adalah Ma’al hibral ilal maqbarah: bersama pena sampai ke peristirahatan (Imam Ahmad Ibnu Hambal), kalau kamu bukan anak ulama besar, bukan pula anak seorang raja, maka menulislah (Imam Al-Ghazali), dan orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian (Toer).

Dimyati menambahkan, mahasiswa juga perlu menegaskan kepada dirinya bahwa kunci dalam menulis karya ilmiah adalah ‘berkualitas’. “Ingat, kata kuncinya berkualitas, baik dari aspek metodologisnya, aspek teknis penulisannya, sampai apa yang bisa disumbangkannya kepada dunia akademik,” tegas Dimyati.

Pada kesempatan yang berbeda pula, Asisten Editor Jurnal Islamic Review-Ipmafa, Nur Khoiriyah, MA menuturkan pengalamannya saat di lapangan, meski ada beberapa mahasiswa yang ia temukan mempunyai kesadaran ikut andil di beberapa laman publik seperti laman LMP Mahasiswa, pcnupati.or.id, namun menurutnya membuka kesadaran menulis di kalangan mahasiswa memang tidak mudah.

“Apalagi bagi beberapa mahasiswa yang belum terbiasa dengan budaya menulis. Kuncinya memang pada kesadaran pentingnya menulis sebagai bentuk eksistensi mahasiswa secara akademik. Solusinya kita memang harus mengapresiasi karya yang sudah ada dan mendorong penulisan yang baik bagi yang belum mau, melalui penyadaran pentingnya menulis,” pungkas Khoiriyah.
0

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Health

both, mystorymag

DON'T MISS

Nature, Health, Fitness
© all rights reserved
made with by templateszoo