Karanganyar, NU Online
Citra pesantren sebagai pusat pendidikan Islam yang ramah, toleran, dan menghargai budaya lokal dapat menjadi ikon pendidikan Islam pada masyarakat Ekonomi ASEAN. Hal ini ditegaskan Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyyah, KH Abdul Ghaffar Rozin, pada acara rapat kerja Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Karanganyar, Jawa Tengah, Ahad (17/4).
Menurutnya problema menguatnya radikalisme dan sikap intoleransi telah menjadi masalah bersama masyarakat ASEAN. Munculnya kelompok-kelompok radikal dan transnasional telah menjadikan suasana kehidupan beragama menjadi kaku, saling curiga, dan mengancam identitas kebangsaan. Hal demikian karena kelompok-kelompok tersebut cenderung menerapkan pemahaman tekstualis, mudah menyesatkan, dan tidak ramah terhadap budaya lokal.
"Pesantren NU mempunyai peran strategis karena dalam kurun yang panjang mampu menunjukkan sebagai pusat pendidikan yang melahirkan kader-kader yang toleran, ramah terhadap budaya, sehingga menempatkan agama Islam sebagai rahmatan lil 'alamin," kata kiai muda yang biasa disapa Gus Rozin ini.
Oleh karena itu model pendidikan pesantren NU saat ini banyak dilirik oleh negara-negara ASEAN untuk dikembangkan di negara masing-masing. Hal demikian setidaknya dapat dilihat semakin banyaknya santri-santri di pesantren NU dari negara-negara ASEAN tersebut.
Kondisi ini jika diantisipasi dengan baik, melalui dukungan berbagai pihak bukan tidak mungkin pesantren NU menjadi ikon pendidikan Islam pada era MEA. Bahkan sistem pendidikan pesantren NU dapat diduplikasi dan dikembangkan di berbagai kawasan ASEAN. Namun demikian, Gus Rozin mengingatkan, jika pesantren-pesantren NU tidak berbenah secara internal justru bisa saja sistem ini diambil dan dikembangkan negara-negara ASEAN yang lain dan kita tertinggal seperti kondisi yang terjadi pada sistem pendidikan non pesantren.
"Dahulu negara-negara ASEAN belajar kepada kita, saat ini justru kita banyak tertinggal dengan pendidikan mereka. Oleh karena itu pesantren perlu meningkatkan tata kelola manajemen, kemandirian, dan citra lembaga yang bersih dan sehat, sehingga layak dijadikan rujukan pendidikan Islam negara kawasan ASEAN," terangnya.
"RMI NU sebagai asosiasi pesantren NU terus berusaha menjembatani kebutuhan dan meningkatkan daya dukung pesantren NU ini baik dari segi regulasi, pengembangan lembaga, manajemen agar pesantren NU dapat menjadi pusat peradaban Islam di Nusantara," tegas Gus Rozin yang juga Rektor Institut Pesantren Matholiul Falah Pati. (M.Zulfa/Abu Choir/Zunus)
Sumber: NU Online