Pusat Studi Pesantren dan Fiqh Sosial (PUSAT FISI) IPMAFA Pati, Diktis Kemenag RI bersama Panitia 1000 hari KH. MA. Sahal Mahfudh menggelar National Call for Paper dan Seminar Nasional dengan judul “Fiqh Sosial dalam Konteks Kajian Islam Nusantara” di kampus IPMAFA kemarin.
Seminar ini mendatangkan intelektual muda NU, Ulil Abshar Abdalla, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Abdul Muqsith Ghazali, dan peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Dr. Arif Subhan, MA.
Rektor IPMAFA, KH. Abdul Ghaffar Razien, M.Ed, menjelaskan IPMAFA memberikan perhatian besar kepada tradisi akademik yang ada di kampus, khususnya dalam bidang kajian dan penelitian. Lebih dari itu, IPMAFA akan terus mengembangkan diri menjadi kampus yang melek teknologi. Hal ini terbukti dengan peserta National Call for Paper yang melakukan teleconference langsung dari Mesir untuk mempresentasikan makalahnya. Ibu Umdatul Baroroh, MA, menjelaskan bahwa PUSAT FISI akan terus mengkaji pemikiran Kiai Sahal untuk merumuskan fiqh masa depan Indonesia yang mampu melakukan transformasi riil di tengah umat, khususnya di bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Dalam paparannya, Ulil Abshar Abdalla menyatakan, mengkaji fiqh akan berdampak hebat jika konsentrasinya adalah proses, bukan hasil. Proses yang dimaksud adalah pergulatan intelektual mujtahid/pemikir dalam merespons persoalan-persoalan sosial dengan pijakan wahyu. Dialektika wahyu normatif dengan problematika sosial dinamis menghasilkan produk-produk pemikiran yang kontekstual. Untuk lebih mendinamisir wacana fiqh sosial ini, fiqh harus berdialog secara intens dengan hukum positif yang mempunyai kekuatan legal dan politik dan hukum internasional seperti konvensi-konvensi internasional yang menjadi referensi masyarakat internasional. Dengan dialog itulah, fiqh akan semakin responsif dengan problem-problem aktual dalam skala lokal, nasional, dan internasional, sehingga lahir solusi-solusi cerdas aplikatif.
Dr. Abdul Moqsith Ghazali mendorong para santri dan pengkaji KH. MA. Sahal Mahfudh untuk mengembangkan metodologi fiqh sosial, tidak terpaku dengan produk pemikirannya yang sifatnya temporer sesuai dengan tantangan ruang dan waktu. Salah satu contohnya adalah menjadikan fiqh sebagai etika sosial yang untuk era sekarang justru sebaliknya. Artinya, fenomena legalisasi hukum Islam semakin marak dan menjadi trend, seperti Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang-Undang Zakat, Undang-Undang Wakaf, dan lain-lain. Mungkin ketika Kiai Sahal mencetuskan pentingnya menjadikan fiqh sosial sebagai etika sosial tidak lepas dari tujuan merawat kebinnekaan yang ada di Indonesia yang sedang mengalami problem. Contoh lain adalah lokalisasi yang justru saat sekarang trendnya adalah penutupan.
Khusus untuk lokalisasi ini, pemenang National Call for Paper Pusat FISI, Sahal Mahfudh menjelaskan bahwa gagasan Kiai Sahal tentang lokalisasi justru ingin menciptakan teori baru namanya sad adz-dzariah al-jama’i (gerakan preventif secara kolektif). Dengan fatwa lokalisasi, maka kesadaran masyarakat untuk melakukan edukasi spiritual dan memberikan keterampilan hidup kepada wanita tuna susila semakin massif.
Sedangkan Dr. Arif Rahman, MA menjelaskan bahwa fiqh sosial Kiai Sahal harus terus dikaji untuk melahirkan pemikiran-pemikiran baru yang segar dan aplikatif dalam kehidupan masyarakat. Fiqh tidak boleh stagnan, pasif, dan eksklusif. Fiqh harus berkelit kelindan dengan persoalan-persoalan sosial kontemporer yang terus berjalan tanpa henti.