International Seminar Ipmafa: RUU PKS, Benarkah Islam Mengajarkan Sikap Misoginis?



Berita Ipmafa – Pro dan kontra mengenai Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) hingga kini masih menuai kontroversi berbagai kalangan. Pasalnya, pemerkosaan dalam perkawinan tidak akan pernah mungkin terjadi, dan hanya menjadi lelucon semata. Hal ini kemudian memunculkan sebuah pertanyaan, benarkan Islam mengajarkan sikap misoginis?

Demikian disampaikan Direktur Pusat Studi Pesantren dan Fiqh Sosial (Pusat FISI) Umdatul Baroroh, MA dalam International Seminar Institut Pesantren Mathali’ul Falah bertajuk Islam and Marital Rape in South East Asia yang digelar Dewan Eksekkutif Mahasiswa (Dema) Institut dan Pusat FISI di Ruang Auditorium 2 (25/10/2019).

Dalam isu relasi suami-istri, Umdah menyampaikan tidak banyak kelompok masyarakat di Indonesia yang bersedia membuka kesadaran dirinya untuk melihat dan menerima bahwa pemerkosaan dalam perkawinan adalah nyata terjadi.

Pemahaman ajaran Islam yang misoginis dan bias, menurut Umdah, yang mana diproduksi oleh kelompok-kelompok misoginis pada zaman terdahulu, telah sedemikian rupa diadopsi dan terinternalisir dalam diri masyarakat patriarkhi secara turun-temurun.

“Salah satu akibatnya adalah muncul anggapan bahwa dalam hubungan pernikahan, suami berhak memperlakukan istrinya seperti apapun kehendaknya. Demikian halnya, istri wajib menuruti apapun yang suaminya kehendaki, termasuk dalam hal seksualitas, karena istri adalah milik suami,” terang Umdah.

Lebih lanjut Umdah menjelaskan, meski kasus kekerasan seksual dalam perkawinan di Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun belum ada undang-undang yang mengaturnya secara jelas, hanya terfokus pada pemerkosaan di luar pernikahan.

Menurut Umdah, kejelasan mengenai tindak kekerasan berupa pemerkosaan memerlukan definisi yang jelas mengingat hal tersebut tidak ditemukan dalam Undang-undang KUHP maupun Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).

“Saya sudah mencari di UU KUHP dan PKDRT tidak saya temukan definisi yang jelas mengenai apa yang disebut perkosaan dalam undang-undang. Saya baru menemukannya di dalam RUU PKS yang baru akan disahkan dan kemudian didemo itu,” terangnya.

Umdah pun secara spesifik membongkar undang-undang yang selama ini hanya mengatur tindak kekerasan di luar pernikahan tersebut. Ia juga menjelaskan poin-poin RUU PKS secara gamblang dan pendapat para ulama terdahulu dalam menghormati hak-hak perempuan.

Pada kesempatan kedua, pemateri dari Negri Jiran, Malaysia, Rozana Isa menyampaikan  definisi mengeanai Marital Rape. Rozana juga memaparkan mengenai kekhawatiran masyarakat terutama suami apabila ditukar pandangan tentang perkawinan akan membuat wanita berbuat semaunya. Menurutnya, justru kekhawatiran tersebut tidaklah beralasan daripada mempertimbangkan kemaslahatan perempuan.


“Kerana hak suami adalah sesuatu yang termaktub tidak boleh diubah dan dilawan. Dan apabila hal tersebut dirubah, maka kekhawatirannya adalah apa yang akan para istri lakukan jika tidak mendapatkan pengawalan? Itu yang lebih dikuatirkan daripada memikirkan kesejarhteraan tubuh pasangan atau istri mereka,” papar Rozana.

Sister in Islam Malaysia tersebut juga menyampaikan keadaan Negara-negara tetangga di Asia Tenggara yang memperjuangkan undang-undang serupa. Ada yang mengalami hal yang sama dengan Indonesia, namun ada yang lebih maju perundang-undangannya, namun tingkat pelaksanaannya masih rendah.

Bahkan menurutnya ada beberapa Negara yang membenarkan pelaku pemerkosaan, dan malah menghukumnya dengan mengawini si korban. Hal demikian menjadi kekhawatiran yang amat sangat dikarenakan si korban akan hidup selamanya dengan pelaku, dan akan mendapat perlakuan kekerasan seumur hidupnya.

Selanjutnya Rozana merinci Negara-negara yang bukan merupakan Negara Islam namun telah memidana tindak kekerasan dalam perkawinan, di antaranya adalah Laos, Filipina, SIngapura, Thailand dan Vietnam.

“Laos, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam ini bukan negara Islam, tapi telah mempidanakan kekerasan dalam perkawinan. Lantas apalagi yang kurang bagi kita untuk mengesahkan undang-undang ini?” pungkas Rozana.





dr. Luluk Zulfa Agustina: Ingin Cantik Sehat Alami? Kembalilah ke Alam!



Berita Ipmafa – Menjadi cantik dan sehat tidak harus selalu mahal. Caranya adalah kembali kepada alam. Meski agak merepotkan, dan membutuhkan kesabaran, namun hasilnya tak terbantahkan, bahkan oleh dunia kedokteran sekalipun. Bicara efek samping, tentu alam lebih ramah ketimbang obat kimia pabrikan.

Demikian disampaikan dr. Luluk Zulfa Agustina (17/10/19) dalam kegiatan Dialog Kesehatan bertema Cantik itu Sehat Alami di Ruang Auditorium 2 Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa).

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi (HPMS) Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) tersebut diikuti sekitar 80 mahasiswa dari berbagai jurusan.

Dalam penyampaian materinya dr. Luluk mengajak mahasiswa agar mau kembali kepada pengobatan tradisional berbahan alami dalam menjaga kesehatan maupun merawat kecantikan.

Dalam menjaga kesehatan dr. Luluk mencontohkan kebiasaan orang sakit atau orang yang mengobati penyakit seringnya tidak mencari dulu penyebabnya. “Sepengetahuannya kalau kepala pusing minumnya antalgin, kalau badan panas minumnya paracetamol dsb. Kalau begitu yang pinter yang bikin obat,” tutur dr. Luluk.

Dr. Luluk menambahkan, semua orang sakit menginginkan kesembuhan, dan semua wanita menginginkan kecantikan namun bukan kesehatan dan kecantikan yang didapatkan. Justru semakin parah sakitnya, dan rusak kulitnya karena terdampak obat kimia.

“Orang sakit, atau orang ingin menjadi cantik tapi instan, pengen cepet sembuh, pengen cepet cantik, putih dan halus kulitnya, tapi obat kimia yang dipakainya dan tidak mau kembali kepada alam,” terang dr. Luluk.

Sedangkan untuk perawatan wajah atau kecantikan, dr. Luluk kembali menegaskan bagi wanita yang masih menggunakan krim-krim wajah kimia pabrikan agar kembali ke alam. Banyak bahan di sekitaran yang mudah untuk didapatkan seperti tumbukan beras, dicampur susu putih, madu dan putih telur.

“Jadi yang masih memakai krim malam, krim pagi itu tolong kembali ke alam. Pakai beras, ditumbuk halus, kasih susu, madu dan putih telur,” katanya.

Cara memijat
Selain pengobatan tradisional dengan bahan alami, dr. luluk juga membeberkan rahasia memijat yang baik. Cara tersebut ia rekomendasikan kepada siapapun agar hasilnya baik untuk kesehatan.
Ada yang unik dari cara memijat dr. Luluk. Menurutnya, memijat tidak memerlukan cara atau teknik yang sempurna, namun ada hal terpenting yang harus dimiliki setiap pemijat, yakni keikhlasan.
Sejenak dr. Luluk sedikit mengulas sejarah pijatnya orang-orang terdahulu yang memakai bermacam-nacan ritual. Ada dengan berpuasa, bertapa, membaca mantra, doa, dsb. Ritual tersebut, menurut dr. Luluk pada dasarnya bukan untuk mengejar keahlian dalam memijit, namun lebih kepada penyucian diri agar hatinya menjadi ikhlas.




“Orang pijit itu butuh arti ikhlas. Kalau kamu mau mengobati anakmu, suamimu, tetanggamu, atau siapa saja, maka langkah utama yang perlu kamu tempuh adalah noto ati (menata hati), ikhlas. Setelah itu kamu cari serai, jahe, kelor sama garam, ditumbuk, campur minyak kayu putih. Sudah. Gunakan untuk mijit. Ada pegel, pusing, kembung, susah tidur, mudah capek, lelah, semuanya selesai dengan pijat. Beda lagi dengan mijitya orang yang tidak ikhlas. Sembuh tidak, makin parah iya,” pungkasnya gamblang.

Peringatan Hari Santri Nasional: Ma’had Jami’ah Ipmafa Gelar Sederetan Kegiatan



Berita Ipmafa - Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) akan digelar 22 Oktober 2019 mendatang di seluruh penjuru Tanah Air. Mahasiswa Ma’had Jami’ah Intitut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) Pati pun tak mau ketinggalan merayakan momen yang identik dengan sejarah kemerdekaan Republik Indonesia tersebut.

Ketua Panitia Peringatan HSN Ma’had Jami’ah Ipmafa, Maulaya Arinal Khaq mengatakan, sesuai jadwal yang telah diterbitkan melalui media sosial, Peringatan HSN Mahasiswa Ipmafa akan digelar sejak tanggal 17 hingga 22 Oktober 2019 mendatang.

Adapun rentetan kegiatan yang sudah direncanakan meliputi: Estafet Kemerdekaan, Pidato, Kerja Bakti, Bulu Tangkis, Musabaqah Qiroatil Kutub, Rangking I, Kreasi Santri, Kelereng, Membaca Selawat Nariyah, Upacara Hari Santri Nasional, Kirab Hari Santri Nasional dan masih banyak lagi.


Arinal menambahkan ada beberapa yang berbeda dalam peringatan hari santri nasional kali ini di antaranya pada ketentuan seragam kirab HSN 2019 yang berbeda dengan HSN 2018, acara kirab HSN di Alugoro Pati yang pada tahun 2018 itu tidak ada.

Arinal berharap peringatan HSN mendatang bisa menjadi ajang berkreasi seluruh santri Indonesia, sekaligus manjadi pendongkrak semangat pribadi seseorang untuk menjadi santri berkualitas dan berguna untuk kemasyarakatan dan negara.

Wakil Rektor I: Kalau Skripsi Sekedar untuk Lulus itu Gampang, tapi...



Berita Ipmafa – Kalau skripsi sekedar untuk lulus, gampang. Ada masalah dirumuskan, teori jelas, selesai. Tapi eman-eman (sangat disayangkan) delapan semester, bahkan lebih menghabiskan waktu di kampus, namun karya tulisnya hanya ditumpuk di gudang saja, tidak dimanfaatkan orang banyak.

Demikian sambutan Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) Dr. Ahmad Dimyati, MA dalam Academic Skill Writing bertajuk Meningkatkan Skill Mahasiswa dalam Penulisan Karya Ilmiah yang Berkualitas di Ruang Auditorium 2 (12/10/19).

Dalam kegiatan yang diikuti sekitar 250 mahasiswa tersebut, sebagaimana dilansir ipmafa.ac.id (12/10/19) Dimyati menegaskan pentingnya skripsi sebagai tolok ukur untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam melakukan penelitian ilmiah.

“Karya tulis ilmiah yang baik adalah yang kontribusinya bisa dipertanggungjawabkan dan dapat dirasakan oleh masyarakat. Makanya sering kita sampaikan kepada mahasiswa semester atas kalau menulis skripsi jangan asal tulis. Tapi pertimbangkan, skripsi saya nanti akan berguna untuk apa? Kalau sekedar untuk lulus, gampang,” tutur Dimyati dengan sangat tegas.


Pada kesempatan berbeda, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Ipmafa, M. Sofyan Alnashr, M.Pd.I menyampaikan adat atau kebiasaan, bahkan motivasi mahasiswa menulis adalah keterpaksaan, karena tuntutan akademik.

Oleh karenanya Sofyan kemudian mengajak mahasiswa untuk merenungkan pesan-pesan dari para ulama atau penulis yang semangatnya tak pernah padam meski ajal telah menjemput dan karya-karyanya sangat kontributif hingga saat ini.

Diantara pesan-pesan para ulama dan penulis yang dikutip Sofyan adalah Ma’al hibral ilal maqbarah: bersama pena sampai ke peristirahatan (Imam Ahmad Ibnu Hambal), kalau kamu bukan anak ulama besar, bukan pula anak seorang raja, maka menulislah (Imam Al-Ghazali), dan orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian (Toer).

Dimyati menambahkan, mahasiswa juga perlu menegaskan kepada dirinya bahwa kunci dalam menulis karya ilmiah adalah ‘berkualitas’. “Ingat, kata kuncinya berkualitas, baik dari aspek metodologisnya, aspek teknis penulisannya, sampai apa yang bisa disumbangkannya kepada dunia akademik,” tegas Dimyati.

Pada kesempatan yang berbeda pula, Asisten Editor Jurnal Islamic Review-Ipmafa, Nur Khoiriyah, MA menuturkan pengalamannya saat di lapangan, meski ada beberapa mahasiswa yang ia temukan mempunyai kesadaran ikut andil di beberapa laman publik seperti laman LMP Mahasiswa, pcnupati.or.id, namun menurutnya membuka kesadaran menulis di kalangan mahasiswa memang tidak mudah.

“Apalagi bagi beberapa mahasiswa yang belum terbiasa dengan budaya menulis. Kuncinya memang pada kesadaran pentingnya menulis sebagai bentuk eksistensi mahasiswa secara akademik. Solusinya kita memang harus mengapresiasi karya yang sudah ada dan mendorong penulisan yang baik bagi yang belum mau, melalui penyadaran pentingnya menulis,” pungkas Khoiriyah.

Bersama BI Corner, Perpustakaan Ipmafa Gelar Workshop Academic Skill Writing



Berita Ipmafa – Guna meningkatkan skill (keterampilan) mahasiswa dalam membuat karya tulis ilmiah, Perpustakaan Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) bersama Bank Indonesia (BI) Corner menggelar Workshop Academic Skill Writing bertajuk Meningkatkan Skill Mahasiswa dalam Penulisan Karya Ilmiah yang Berkualitas.

Hadir selaku nara sumber dalam kegiatan tersebut Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Ipmafa, M. Sofyan Alnashr, M.Pd.I yang menyampaikan Teknik penulisan artikel ilmiah, dan Asisten Editor Jurnal Islamic Review, Nur Khoiriyah, MA yang menemani mahasiswa melakukan praktik menulis artikel ilmiah.

Menurut Kepala Perpustakaan Ipmafa, Nurul Shoimah, A.Md, kegiatan yang diselenggarakan di Ruang Auditorium 2 (12/10/19) tersebut diikuti sekitar 250 mahasiswa dengan ketentuan wajib bagi mahasiswa semester akhir, dan dibuka kesempatan bagi seluruh mahasiswa dari semester satu hingga tujuh.

“Tugas akhir mahasiswa itukan ada penulisan artikel skripsi. Nah, selama ini belum ada ketentuan atau pedoman penulisannya. Itu yang akan kita angkat dan praktikkan nanti,” tutur Nurul.

Dalam sambutannya, Wakil Rektor Ipmafa Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Dr. Ahmad Dimyati, MA. menyampaikan skripsi dan artikel skripsi menjadi tolok ukur yang paling mudah untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam melakukan penelitian ilmiah.



Untuk itu, Dimyati berpesan kepada mahasiswa agar kegiatan tersebut bisa menjadi pijakan mahasiswa untuk menulis karya ilmiah dengan baik, tepat, sesuai perosedurnya dan mempunyai kontribusi yang dibutuhkan dunia akademik.

Dimyati juga berharap, pasca kegiatan tersebut ada karya-karya mahasiswa yang dimuat di jurnal-jurnal ilmiah. “Saya berharap usai kegiatan ini nanti ada karya-karya yang dimuat di jurnal-jurnal ilmiah,” pungkasnya.


Tingkatkan Kompetensi Mengajar, HMPS PBA Gelar Pembekalan dan Bedah Modul Dauroh Bahasa Arab



Berita Ipmafa – Dalam rangka meningkatkan kompetensi mahasiswa agar siap menjadi pengajar Bahasa Arab, Himpunan Mahasiswa Program Studi (HPMS) Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) menggelar Pembekalan dan Bedah Modul Bahasa Arab di Ruang Auditorium 2 (11/10/19).

Kegiatan yang langsung dimentori oleh Wakil Rektor II Ipmafa Dr. Ali Subhan, MA tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa PBA Semester satu dan tiga.

Ketua HMPS PBA Suci Mawaddatun Ni’mah menuturkan umumnya mahasiswa semester satu dan tiga masih merasa canggung dengan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di dalam kelas. Menurutnya hal itu wajar terjadi mengingat mata kuliah yang berkaitan dengan KBM belum mereka dapatkan.

“Untuk itulah kegiatan ini diadakan agar mereka setidaknya punya kesiapan dalam mengajar dan tidak canggung,” tutur Suci.




Pasca pembekalan tersebut mahasiswa akan dibagi ke dalam dua kelompok dan masing-masing mendapatkan tanggung jawab mengajar Daurah Bahasa Arab di salah satu madrasah ibtidaiyah.

Sementara ini, menurut Suci, HMPS PBA baru bekerjasama dengan dua lembaga pendidikan tingkat dasar yakni, MI Mathla’ul Huda-Tanjungrejo dan MI Al-Istiqomah-Kedung.

Dalam kegiatan tersebut, pemateri Ali Subhan menitikberatkan pembahasan pada tiga hal, yakni kritik modul yang digunakan, media dan strategi pembelajaran.

Menurut Ali, idealnya dalam sebuah modul, kosa kata yang disampaikan dalam setiap pertemuan tidak melebihi 20 kata. “5-10 nggak apa-apa. Yang penting anak benar-benar hafal, tahu bahasa arab dan Indonesianya. Pembelajaran bahasa Arab untuk anak-anak selalu menekankan pada mufrodat,” tuturnya.



Selain jumlah kosakata, Ali juga menyarankan agar setiap pembelajaran selalu disisipi dengan dialog, meski dengan waktu yang terbatas. Menurutnya hal tersebut sangat dibutuhkan berkaitan dengan praktik pembiasaan terhadap materi kosa kata yang disampaikan.

Lebih dari itu, Ali menghimbau kepda mahasiswa untuk menguasai materi agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik. “Pemateri harus menguasai materi. Jadi kalau besok mengajar, maka malam sebelumnya sudah dipersiapkan semuanya, perangkat pembelajarannya, lengkap sampai materi pembelajarannya apa, nyanyiannya apa, permainannya apa, penilaiannya bagaimana dsb.,” himbaunya.



Ketua HMPS PBA pun berharap akan keisitikamahan mahasiswa agar program Devisi Tarbiyah Amaliyah berupa mengajar di sekolahan tersebut dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan.

PPS Cepedi Ipmafa Gelar Diklatsar di Air Terjun Tretes Tlogowungu


Berita Ipmafa - Dalam rangka pelantikan dan penganugerahan sabuk putih kepada anggota yang masih berstatus polos (belum mempunyai sabuk), Pengurus PPS CEPEDI Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) Pati menggelar Pendidikan dan Latian Dasar (Diklatsar) di tempat Wisata Air Terjun Tretes Desa Santi Gunungsari Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati (6/10/19).
Pemilihan tempat di daerah air terjun tretes ini memiliki tujuan melatih fisik dan mental para anggota baru agar lebih kuat dan lebih menyatu dengan alam. “Medan terjal naik turun bukit digunakan untuk menguatkan kondisi tubuh para anggota baru yang akan dilantik nantinya,”tutur Ketua UKM PPS Cepedi Ipmafa Muhammad Alif Ainurrohim.

Kegiatan Diklatsar diisi dengan pengenalan mengenai ke-CEPEDI-an mulai dari sejarah berdirinya, tradisinya, Salamnya, pancaprasetya, trilogi CEPEDI, hingga 17 sikap mental anggota CEPEDI.
“Semua itu harus dipelajari hingga di hafalkan juga di amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dimana untuk menumbuhkan tujuan dari pencak silat bukan untuk mencari musuh atau lawan, namun bagaimana kita mampu mengendalikan emosi dan egoisme untuk kemaslahatan  serta membantu sesama makluk hidup dan alam sekitar,” tutur Alif.

Setelah pengenalan ke-CEPEDI-an selesai dilakukan, dilanjutkan pelantikan yang dipimpin oleh salah satu pelatih PPS CEPEDI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Yeni Rahman Wahid, MA. Pelatih bersabuk biru tersebut merupakan putra daerah asal Desa Tambakromo, Pati. Meski saat ini sudah berdomisili di Yogyakarta, namun semangat berjuang dan berbagi ilmu untuk daerah asal tak penah dilupakannya.

Yeni berpesan kepada para peserta, bahwa dengan sumpah yang telah diikrarkan dan penyematan sabuk putih kepada anggota baru sebagai tanda telah resminya bergabung dengan anggota PPS CEPEDI IPMAFA Pati, agar  tetap belajar dan belajar hingga mampu mencapai minimal seorang pelatih (sabuk biru).

Harapan besar juga disampaikan Ketua UKM PPS Cepedi Ipmafa. Setelah dilantiknya anggota baru PPS CEPEDI IPMAFA Pati ini diharapkan mampu melakukan regenerasi agar pencak silat tetap membumi dan terjaga eksistensinya sebagai budaya yang lahir dari rahim ibu pertiwi.

“Karena pencaksilat bukan hanya persoalan budaya namun juga menyangkut spiritual, juga diharapkan para anggota PPS CEPEDI dari berbagai cabang manapun mampu mengamalkan pancaprasetya dengan baik dalam kehidupan sehari-hari,” pungkas Alif. (Anis Lj Kpi3/redaksi)


FENOMENA “HIJRAH” DAN EKSPRESI KEBERAGAMAAN MASYARAKAT KONTEMPORER


Annual  International Conference on Islamic  Sudies(AICIS) tahun 2019 telah selesai digelar pada tanggal 1-4 Oktober 2019 di Hotel Mercure Batavia Jakarta. Hadir menyemarakkan perhelatan akbar tersebut Inayatul Ulya, Dosen Institut Pesantren Mathali’ul Falah Pati sekaligus chair dalam panel yang berjudul: “Multiplicity and Complexity-Pietism: The Phenomena of Hijrah and Religious Identity in Contemporary Society”.

Dalam AICIS 2019 tersebut Inayatul Ulya menggandeng beberapa panelis, gabungan dosen dari beberapa  Perguruan Tinggi Keagamaan Islam seperti Muzdalifah Muhammadun dari IAIN Pare-Pare, Abdullah Ubaid dari UNUSIA Jakarta, Irzum Farihah dari IAIN Kudus dan Jamal Makmur dari Institut Pesantren Mathali’ul Falah Pati.

Panel ini menyorot tentang berbagai fenomena perilaku agama masyarakat milenial saat ini yang mengalami “kegairahan” beragama. Semangat beragama tersebut diekspresikan  masyarakat milenial tidak hanya pada ranah privat, tetapi juga pada ranah publik. Kesadaran beragama tersebut merupakan bagian dari bentuk “hijrah” masyarakat untuk menjadi lebih baik.



Dalam perjalanan ruang dan waktu, perilaku agama yang ditampilkan masyarakat pada akhirnya menemukan bentuk dan styleyang berbeda-beda. Beragama tidak hanya menjadi ekspresi ketaatan kepada Tuhan, tetapi juga menjadi media untuk membentuk identitas kelompok-kelompok tertentu.

Beberapa fenomena “hijrah” yang ditemukan dalam panel ini membuktikan bahwa agama tidak berdiri sendiri, tetapi dalam perkembangannya selalu terjadi dialektika dengan berbagai aspek kehidupan seperti dialog antara agama dan budaya, misalnya dalam fenomena urban sufism yang marak di perkotaan, penggunaan hijab syar’i yang menjadi tren berhijab, dan melaksanakan umroh bagi masyarakat menengah ke atas sebagai simbol ketaatan kepada agama sekaligus membentuk identitas kelompoknya.

Dialektika antara agama dan ekonomi juga terlihat dalam fenomena masyarakat perkotaan yang memiliki kecenderungan menggunakan bank-bank syari’ah dan kesadaran berzakat masyarakat Sragen yang dinisiasi oleh LAZISNU Sragen sebagaimana ditemukan dalam sejumlah penelitian dalam panel ini.

Beberapa temuan penelitian dalam panel ini menunjukkan hal unik sebagai ekspresi masyarakat dalam beragama sekaligus menunjukkan bahwa agama dalam perkembangannya selalu dikonstruksi dan mengkonstruksi masyarakat, sehingga selalu terjadi dialektika yang terus berjalan dinamis antara agama, setting sosial dan berbagai aspek dalam kehidupan ini. Sikap positif dalam memahami dialog antara agama dan berbagai aspek dalam kehidupan tersebut menjadikan Islam menjadi menarik sebagai agama yang mengemban misi rahmatan lil alamin.

Mengintip Obrolan LPM Analisa IPMAFA di Warung Kedung Es



Berita Ipmafa – Sore itu, Senin (30/9/19), pukul 15.15 WIB sekumpulan mahasiswa tengah asyik berbincang di Warung Kedung Es milik salah satu warga setempat, Mbak Wati. Mereka tak lain adalah anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Analisa-Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) Pati.

Setiap Senin sore mereka memang mempunyai jadwal ngobrol bareng seputar jurnalistik dan perkembangan capaian kerja mingguan redaksi. Masalah tempat tak begitu dihiraukan, yang penting menurut mereka nyaman dan tidak mengganggu privasi orang lain.

Meski pengetahuan jurnalistik mereka bisa dikatakan masih sebatas isapan jempol, namun semangat belajar dan berbagi ilmu mereka luar biasa.

Dari obrolan mereka terdengar menyoal opini, esai, artikel dan tajuk rencana. Dua minggu lalu mereka membahas tema penerbitan Buleti Oase sekaligus pembagian tugas hunting. Pada minggu lalu gantian menyoal teknik menulis berita. Kini opini, esai, artikel dan tajuk rencana.

Menurut penuturan salah satu di antara mereka, disamping mempunyai kesamaan, ketiga model tulisan itu mempunyai spesifikasi tersendiri.

Opini misalnya, ia punya karakter lugas, jadi nggak berbelit-belit. Soal isinya lebih pada persoalan yang sedang atau baru saja terjadi. Makanya ia punya ciri reaktif menanggapi secara cepat peristiwa yang terjadi, gak pake lama, keburu basi tulisannya,” begitu kata Ketua Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota (DK) Muria Oky Ardiyansyah berusaha menjelaskan kepada kawan-kawannya.

Menurut mahasiswa Ipmafa Jurusan Perbankan Syari’ah yang masih semester 3 tersebut, opini sering terkesan tidak menyeluruh. Oleh karenanya hanya poin penting saja yang dibahas dan dijabarkan dalam opini. Kalau diibaratkan dalam penulisan berita, maka opini termasuk kategori Straight News.

Lebih lanjut, giliran Nafi’atun Ni’mah menyampaikan sekilas tentang Esai yang mempunyai ciri khas mengajak pembaca merenung, dalam penyajiannya tidak mesti harus formal, suka-suka penulisnya. “Pembukaan esai bisa diawali dengan kisah, puisi, atau kata mutiara. Kadang juga pembahasannya berupa sejarah, tokoh, sastra, dll,” terangnya.

Begitu seterusnya hingga obrolan mereka tentang opini, esai, artikel dan tajuk rencana rampung dibahas. Ketegangan adu argumen lumrah terjadi saat berdiskusi. Ujung-ujungnya ketawa-ketiwi karena masing-masing sama benarnya dan menyadari sama kelirunya.

Dari obrolan yang berlangsung tersebut ada sebuah catatan penting dari Rujhan. Katanya, untuk menghasilkan tulisan yang baik memang harus dengan mencoba berulang kali. Sekelas Goenawan Muhamad saja dalam mengawali karier kepenulisannya pernah memperbaiki tulisannya sampai ratusan kali sehingga tulisannya benar-benar bisa difahami oleh orang lain.

Catatan Rujhan tersebut menyiratkan makna bahwa tujuan menulis adalah untuk pembaca, maka bagi para penulis pemula, menurut Rujhan seyogyanya melatih diri agar mempunyai stabilitas kekuatan untuk menggali data dan informasi, menulis serta mengedit dan mengedit lagi tulisannya secara berulang-ulang demi mencapai hasil maksimal.

Tak berselang lama, datang salah satu anggota LPM Analisa, Zakariya. Kedatangan anggota lama yang masih sibuk dengan proses skripsinya ini kemudian menyeret perhatian yang lain pada cerpennya yang berjudul “Musholaku” dalam Oase Edisi IV 2019.

Menurut kawan-kawannya, Zakariya ini menggambarkan sosok pemeran utama bernama “Abdul”, secara fisik dan kebiasaannya seolah-olah sama persis seperti penulisnya. Maka sangat wajar jika ada yang nylethuk bertanya, “kenapa harus sama? Atau jangan-jangan dipaksa sama?” tawa pun pecah seketika.

Dalam cerpen tersebut diceritakan oleh Zakaria, sosok “Dul” (Abdul) adalah seorang kuli panggul di salah satu pasar, berbadan gempal, berkulit sawo matang. Setiap jam 2 pagi harus bangun dengan tergopoh-gopoh untuk memindahkan karung demi karung terong milik pedagang. Upah berapapun ia terima dengan tangan terbuka, tak pernah tertutup. Katanya dalam narasi yang ia bangun dalam cerpen itu.

Anehnya, meski seorang kuli panggul, Dul tak pernah absen di belakang Mbah Udin saat Shalat berjamaah di Mushola pasar. Karena hanya Dul saja yang mau menjadi makmum, sedang yang lain sibuk dengan dagangan dan barang-barang yang mereka beli.

Bla, bla, bla, diskusi pun kembali ramai, hingga waktu menunjukkan pukul 16.20 WIB. Mengingat waktu yang sudah sore, obrolan dan candaan pun mereka akhiri.

Meskipun sifat pertemuan tersebut tidak formal seperti pada jam-jam perkuliahan, namun mereka meyakini bahwa sekecil dan sesingkat apapun sebuah pertemuan, tentu ada makna dan manfaat di dalamnya.

Desain Grafis, Primadona yang Makin Laris di Era Informatif


Berita Ipmafa - Semakin maju negara ini menuntut individu tak hanya menguasai satu bidang saja. Katakanlah desain grafis. Ia menjadi salah satu primadona yang cukup laris dan bisa dibilang populer saat ini. Melihat prospek yang bagus ke depannya, para pemburu kemampuan ini pun tak melulu dari jurusan desain grafis saja. Malah kebanyakan dari kalangan pemula yang memang dengan sengaja ingin belajar.

Senada dengan ungkapan Kepala Seksi Penyelenggaraan BDK Yogyakarta Casuri sebagaimana dilansir bppk.kemenkeu.go.id (Rabu, 13 Februari 2019, 07:41), Pelatihan Desain Grafis sekarang menjadi pelatihan yang cukup populer dan banyak peminat.

Menyikapi prospek tersebut, musyrif/ah Ma’had Jami’ah Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) tak mau mengabaikkannya begitu saja. Tanpa menunggu lama, Pelatihan Desain Grafis pun digelar di Aula Ma’had Banat (2/10/19), diikuti mahasiswa dari berbagai jurusan dan perwakilan masing-masing Lembaga Kemahasiswaan (LK).

Ketua Musyrif Ma’had Ipmafa Muhammad Ulil Albab menyampaikan, kegiatan tersebut bertujuan memotivasi para peserta agar mengetahui pentingnya desain grafis di era digital. Apalagi jika bekerja di industri kreatif, kemampuan yang satu ini seolah mutlak harus dikuasai.

Selanjutnya, Pemateri Kegiatan Taufiq Sholeh menambahkan, semua yang berkaitan dengan informasi kekinian sudah menggunakan desain grafis, seperti pamflet atau selebaran online. “Hal ini mengingat orang sekarang suka yang instan atau membaca sesuatu secara sekilas saja,” tutur Taufiq.

Selain memotivasi para peserta, dalam kegiatan tersebut, secara lebih mendalam, Taufiq mengenalkan tools CorelDraw beserta fungsinya, diikuti praktik peserta dengan perangkat laptop masing-masing.

Mengenai penguasaan materi, menurut Taufiq, para peserta mampu mengikuti tahap demi tahap praktik desain grafis dengan baik. “Meraka langsung bisa mengaplikasikan tools yang dijelaskan, karena langsung dibimbing, jadi mentor mondar-mandir membimbing satu persatu peserta,” tutur pemateri yang merupakan mahasiswa Ipmafa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (semester 3) saat dihubungi.


Di lain sisi, Taufiq menemukan beberapa mahasiswa yang pernah mengikuti pelatihan serupa sebelumnya. Menindaklanjuti hal tersebut, Taufiq mengarahkan mereka pada tahap pengembangan. Seperti bagaimana mempercantik tampilan desain yang telah dibuat agar menarik dan mudah dipahami oleh pembaca atau sasaran.

Menjelang penutupan, Taufiq kembali memotivasi peserta agar berusaha menjadi mahasiswa tidak gaptek dengan terus melatih keterampilan desain grafis yang telah didapat. Ia juga meyarankan agar para peserta juga meluangkan waktu untuk menambah pengetahuan melalui media daring seperti youtube dan tutorial lainnya.


“Praktik mendesain bisa dilakukan siapa saja tinggal kemauan. Sedangkan potensi atau kapasitas nomor sekian. Selain itu, mandiri dan aktif bertanya kepada mentor dan mandiri melihat tutorial yang ada di YouTube,” paparnya.

Tak hanya berhenti di pelatihan saja, kedepan panitia kegiatan mencanangkan tindak lanjut pengadaan tugas dan evaluasi kepada peserta melalui grup Whatsapp.

“Ada follow up lagi, kami bekerjasama dengan pemateri untuk memberi tugas lewat group wa, kemudian setelah ada follow up akan ada evaluasi. Jadi pelatihan ini tidak berhenti sampai disini saja, tapi ada kontinuitas agar tidak lupa materi yang telah diajarkan,” pungkas Ketua Musyrif, Ulil.


DON'T MISS

Nature, Health, Fitness
© all rights reserved
made with by templateszoo